01 April 2009

Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU

Sembilan butir Pedoman Berpolitik Warga NU yang dicetuskan dalam Muktamar NU XVIII di Krapayak Yogyakarta tahun 1989:

1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;

2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat;

3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama;

4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama;

6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah;

7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan;

8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama;

9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan. (nam) 

NU-Muhammadiyah Tolak Golput Haram

Banyuwangi, NU Online
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Banyuwangi yang mengharamkan golongan putih (Golput) dalam pemilu tidak diamini jajaran Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi. Kedua ormas Islam terbesar di Bumi Blambangan itu menilai bahwa pemilu adalah hak politik warga.

Wakil Ketua PCNU Banyuwangi KH Ali Maki Zaini mengaku tidak sepakat dengan MUI yang mengharamkan golput. Sebab dalam pandangan PCNU, pemilu adalah sarana untuk memilih pemimpin.

"Jadi, tidak ada alasan untuk mengintervensi warga agar menggunakan hak pilihnya maupun tidak. Menurut Imam Al Ghazali, hukumnya adalah fadlu kifayah," Ali Makki.

Maki mengimbau semua pihak terkait termasuk MUI Banyuwangi, sebaiknya lebih menekankan kriteria caleg daripada memberikan fatwa golput haram kepada masyarakat. Sebab dengan memberikan rambu-rambu tentang kriteria caleg tersebut, masyarakat diajak lebih jeli dalam menilai dan memilih pemimpinnya yang akan duduk di kursi legislatif. Misalnya, MUI menyarankan memilih caleg yang bisa dipercaya dan tidak suka menghujat sesama caleg.

"Lebih bagus jika MUI mengajak masyarakat ikut pemilu dengan cara memahamkan bahwa hal itu adalah ibadah fardlu kifayah yang dikerjakan dapat pahala. Daripada mengeluarkan fatwa haram," sarannya. (JP) 

Hasyim: Fatwa Haram Golput Belum Tentu Dongkrak Partai Islam

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai, fatwa haram golput yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum tentu mendongkrak perolehan suara partai Islam pada pemilu nanti.

"Saya kira, tidak ada kaitan antara fatwa itu dengan kenaikan perolehan suara partai Islam," kata Hasyim menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis (19/2).

Menurut Hasyim, orang cenderung melihat kenyataan daripada formalitas. Partai yang dinilai mampu memperjuangkan kesejahteraan yang akan dipilih, apa pun asasnya.

Terkait prediksi akan menurunnya perolehan suara partai-partai Islam pada pemilu 2009, Hasyim mengatakan, hal itu bisa saja terjadi. Sebab, selama ini partai Islam ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dengan partai-partai yang dianggap sekuler.

Partai Islam dinilai tidak mampu membuktikan ke-Islam-annya dalam realitas politik, yang dilakukan sekedar formalisasi, belum mewujudkan Islam sebagai rahmat.

"Tingkahnya juga sama dengan partai sekuler. Pintar mendalil kalau perilakunya berbeda dengan yang didalilkan, ya sama saja. Masih baik yang sekuler tidak pakai memperkosa dalil," katanya. (rif) 

Mengapa Prancis Sedemikian Khawatir terhadap Agama?

Prancis dan sejumlah negara lain terseret ke dalam perdebatan saat dua murid dikeluarkan dari sekolah karena mengenakan jilbab. Prancis memperluas larangan dan mengusulkan undang-undang yang melarang penggunaan pakaian dan lambang-lambang yang secara terbuka menampilkan jati diri agama. Selain jilbab, undang-undang ini juga berlaku bagi Salib agama Kristen dan topi yarmulke agama Yahudi. Undang-undang ini menyebabkan gelombang kecaman. Negara-negara muslim, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman mengutuk undang-undang tersebut dan menekankan bahwa pemberlakuan undang-undang itu dapat menyebabkan ketegangan dan permusuhan di Prancis. Mereka juga menegaskan bahwa undang-undang itu bertentangan dengan kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Tapi, sejauh ini, penentangan-penentangan itu tidak membuat pemerintah Prancis menarik keputusannya.

Kita tidak seharusnya menafsirkan apa yang terjadi di Prancis hanya sebagai larangan pada lambang-lambang keagamaan; ketakutan pemerintah Prancis terhadap agama dan ajaran agama berakar sejak dulu kala. Mereka yang sadar akan perkembangan budaya masyarakat serta hubungan antara gereja dan negara di Prancis akan paham bahwa langkah-langkah semacam ini dan perdebatan yang ditimbulkannya sangatlah dikenal dalam masyarakat Prancis. Terlebih lagi, ketakutan ini tidak hanya sebatas terhadap Islam dan Yahudi; kenangan tentang pembunuhan penganut Katolik selama Revolusi Prancis belumlah terhapuskan.

Pola hubungan gereja-negara di Prancis dibentuk melalui pertikaian, kebencian, kemarahan dan pembantaian. Perselisihan ini berawal di abad ke-8 melawan Gereja Katolik dengan tujuan mengurangi pengaruh Gereja terhadap masyarakat. Dapat kita katakan bahwa selama masa ini, masyarakat menjadi terjauhkan dari nilai-nilai ruhani dan agama dan berada di bawah pengaruh filsafat materialis.


Abad Pencerahan: Bagaimana Masyarakat Eropa Menjauh dari Nilai-Nilai Agama

Masa di mana gagasan-gagasan materialis dan evolusionis mendapatkan penerimaan secara luas dalam masyarakat Eropa, berpengaruh dalam menjauhkan masyarakat itu dari agama, dikenal sebagai Pencerahan. Tentu saja, orang-orang yang memilih kata ini (yaitu mereka yang menganggap perubahan pola pemikiran ini secara positif sebagai gerakan menuju cahaya) adalah para pemimpin penyimpangan ini. Mereka menggambarkan masa sebelumnya sebagai “Abad Kegelapan” dan menyalahkan agama sebagai penyebabnya, serta menegaskan bahwa Eropa mengalami pencerahan ketika disekulerkan [dibebaskan dari pengaruh agama] dan menjauhkan diri dari agama. Pandangan yang menyimpang dan tidak benar ini kini masih merupakan satu dari sarana propaganda mereka yang menentang agama.

Benar bahwa agama Kristen Abad Pertengahan sebagiannya “gelap” akibat takhayul dan sikap taklid buta, dan kebanyakan hal-hal ini telah dibersihkan pasca Abad Pertengahan. Bahkan kenyataannya, gerakan Pencerahan tidak pula membawa hasil bermanfaat bagi masyarakat Barat. Hasil terpenting Abad Pencerahan, yang muncul di Prancis, adalah Revolusi Prancis, yang mengubah negara itu menjadi lautan darah. Bagi sebagian besar cendekiawan Prancis, Abad Pencerahan berarti membersihkan pemikiran masyarakat dari setiap nilai agama dan ruhani. Hampir semua pemikir yang hidup di Prancis abad ke-18 sama-sama memiliki pandangan ini. Revolusi Prancis dibangun di atas gagasan Pencerahan ini yang paling berpengaruh di Prancis; yang merupakan salah satu revolusi modern paling biadab, kejam, dan mengerikan. Segera setelah kelompok Jacobin berkuasa pasca Revolusi Prancis, hal pertama yang mereka lakukan adalah pemberlakuan hukuman mati [penggal kepala] dengan pisau guillotine; ribuan orang kehilangan kepala mereka hanya karena mereka dituduh kaya atau taat beragama. Salah seorang pemimpin Revolusi Prancis bernama Fouché (nama julukannya adalah Penjagal dari Lyon) mengutus panitia yang dipimpin oleh 3 orang ke Lyon untuk membasmi kalangan bangsawan tuan tanah dan agamawan di sana. Dalam sebuah surat yang ia kirim kepada Robespierre, sang pemimpin Senat, Fouché menulis bahwa pisau guillotine bergerak terlalu lamban dan bahwa ia tidak puas dengan kemajuan revolusi yang lambat. Ia meminta izin untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Di hari ia mendapatkan izin tersebut, ribuan orang dengan tangan terikat di belakang punggung mereka dibantai tanpa belas kasih oleh senapan-senapan revolusi.

Kini tulisan-tulisan yang terpengaruhi gagasan Pencerahan memuji Revolusi Prancis; padahal, Revolusi itu sangat merugikan Prancis dan menyebabkan perseteruan dalam masyarakat yang berlangsung hingga abad ke-21. Pengkajian tentang Revolusi Prancis dan Abad Pencerahan oleh pemikir terkenal Inggris, Edmund Burke, sangatlah penting. Dalam bukunya yang terkenal, Reflections on the Revolution in France [Renungan tentang Revolusi di Prancis], terbit tahun 1790, ia mengecam gagasan tentang Pencerahan sekaligus hasilnya, yakni Revolusi Prancis; menurut pendapatnya, gerakan itu menghancurkan nilai-nilai asasi yang menyatukan masyarakat, seperti agama, akhlak dan tatanan keluarga, serta membuka jalan bagi merajalelanya ketakutan dan kekacauan. Akhirnya, ia menganggap Pencerahan, sebagaimana diungkapkan seorang penafsir, sebagai suatu “gerakan pemikiran manusia yang bersifat merusak.” 1

Pemimpin-pemimpin gerakan merusak ini adalah para Mason [anggota perkumpulan Freemasonry]. Voltaire, Diderot, Montesquieu, dan para pemikir anti-agama lainnya yang merekayasa jalan menuju Revolusi, seluruhnya adalah Mason. Kelompok Mason sangat dekat dengan kelompok Jacobin yang merupakan pemimpin Revolusi. Hal ini membuat sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa adalah sulit membedakan antara Jacobinisme dan Masonry di Prancis pada masa itu.

Selama Revolusi Prancis berlangsung, permusuhan besar ditujukan secara terang-terangan terhadap agama. Banyak pendeta dihukum penggal kepala dengan pisau guillotine, gereja-gereja dihancurkan, dan terlebih lagi, ada pihak-pihak yang ingin memberantas habis agama Kristen dan menggantinya dengan sebuah agama menyimpang, agama penyembah berhala, agama simbol yang disebut “Agama Akal.” Para pemimpin Revolusi juga menjadi korban kegilaan ini, masing-masing mereka akhirnya kehilangan kepala mereka sendiri oleh pisau guillotine, yang dengannya mereka sendiri telah menghukum begitu banyak orang. Bahkan saat ini, banyak orang Prancis yang terus mempertanyakan benar tidaknya Revolusi tersebut merupakan sesuatu hal yang baik.

Perasaan anti-agama dari Revolusi Prancis menyebar ke seantero Eropa dan, hasilnya, abad ke-19 menjadi salah satu babak propaganda anti-agama yang paling terbuka dan gencar.

Perang Melawan Agama di Prancis

Peran yang dimainkan kelompok Mason dalam Revolusi diakui oleh “agen provokator” bernama Count Cagliostro. Cagliostro ditangkap oleh Iquisition [lembaga pengadilan gereja Katolik Roma antara tahun 1232-1820] pada tahun 1789, dan membuat sejumlah pengakuan penting selama dimintai keterangan. Ia memulai dengan menyatakan bahwa para Mason di seluruh Eropa telah merencanakan serangkaian revolusi. Ia mengatakan bahwa tujuan utama kelompok Mason adalah menghancurkan Lembaga Kepausan atau mengambil alihnya.

Makar perkumpulan Masonry di Prancis tidak berhenti dengan Revolusi. Kekacauan yang muncul akibat Revolusi akhirnya dipadamkan saat Napoleon menduduki kekuasaan. Tapi, keadaan tenang ini tidak berlangsung lama; cita-cita Napoleon untuk berkuasa di seluruh Eropa hanya berujung pada akhir kekuasannya. Setelah itu, pertikaian di Prancis terus berlangsung antara pihak kerajaan dan pendukung Revolusi. Di tahun 1803, 1848, dan 1871, tiga revolusi lagi terjadi. Di tahun 1848, “Republik Kedua” didirikan; di tahun 1871, “Republik Ketiga” dibentuk. Di tahun 1881, Katolik tidak lagi menjadi agama resmi Prancis dan di tahun 1988 pelajaran agama dihilangkan sama sekali dari sistem pendidikan.

Kelompok Mason sangatlah giat selama masa pergolakan ini. Tujuan utama mereka adalah memperlemah Gereja dan lembaga-lembaga keagamaannya, menghancurkan nilai-nilai agama dan pengaruh hukum-hukum agama dalam masyarakat, dan menghapus pendidikan agama. Kelompok Mason memandang paham perlawanan terhadap kekuasaan kaum agamawan sebagai pusat gerakan sosial dan politik mereka.

The Catholic Encyclopedia [Ensiklopedia Katolik] memberikan keterangan penting tentang gerakan anti-agama dari Grand Orient, julukan bagi Masonry Prancis:

Dari surat-surat resmi Masonry Prancis yang dimuat terutama dalam “Buletin” dan “Laporan” resmi Grand Orient, telah dibuktikan bahwa seluruh kebijakan yang memusuhi kekuasaan kaum agamawan yang dikeluarkan di Parlemen Prancis telah diputuskan sebelumnya di pusa-pusat pertemuan kelompok Mason dan dilaksanakan di bawah arahan Grand Orient, yang bertujuan, sebagaimana dinyatakannya secara jelas, untuk mengendalikan setiap hal dan setiap orang di Prancis. “Saya telah mengatakan di majelis tahun 1898,” kata sang anggota dewan Massé, juru bicara resmi majelis tahun 1903, “bahwa adalah tugas terpenting Freemasonry untuk setiap hari terlibat lebih banyak dalam perjuangan politik dan anti-agama.” “Keberhasilan (dalam perang melawan kekeuasaan kaum pendeta) sebagian besarnya adalah berkat Freemasonry; sebab jiwanya, rencananya, caranyalah yang telah menang.” “Jika Blok ini telah didirikan, ini berkat Freemasonry dan berkat disiplin yang dipelajari di pusat-pusat pertemuan [Freemasonry]”… “Kita perlu waspada dan yang terpenting saling percaya, jika kita hendak menuntaskan kerja kita, yang sejauh ini belum selesai. Kerja ini, Anda tahu…perang melawan kekuasaan kaum pendeta, sedang berlangsung. Republik ini harus membersihkan diri dari lembaga-lembaga keagamaan, menyapu bersih mereka dengan satu hantaman keras. Perencanaan setengah-setengah di mana pun berbahaya; lawan harus dihancurkan dengan sekali pukul. 2

The Catholic Encyclopedia meneruskan paparan tentang peperangan Masonry Prancis melawan agama:

Sebenarnya seluruh pembaharuan Masonik “anti-kekuasaan kaum agamawan” yang dijalankan di Prancis sejak 1877, seperti penghapusan pengajaran agama dari pendidikan, kebijakan menentang sekolah-sekolah dan badan-badan kemanusiaan Kristen swasta, pelarangan dewan-dewan keagamaan dan penghancuran lembaga Gereja, diakui berpuncak pada perombakan anti-Kristen dan anti-agama terhadap masyarakat manusia, tidak hanya di Prancis tapi di seluruh dunia. Dengan demikian Freemasonry Prancis, sebagai pemimpin seluruh gerakan Freemasonry, seolah meresmikan masa keemasan republik universal Masonik, yang meliputi persaudaraan Masonik dari semua manusia dan seluruh bangsa. “Masa Kejayaan Galilean,“ kata presiden Grand Orient, Senator Delpech, pada tanggal 20 September 1902, “telah berlangsung selama 20 abad. Tapi kini gilirannya dia mati… Gereja Katolik Roma, yang didirikan di atas dongeng Galilean, mulai mengalami keruntuhan dengan cepat sejak hari didirikannya Kelompok Masonik. 3

“Galilean” yang dimaksud kelompok Mason adalah Yesus, karena menurut Injil, Yesus lahir di kota Galilee di Palestina. Karena itu, kebencian kelompok Mason terhadap Gereja adalah sebuah luapan kebencian mereka terhadap Yesus dan terhadap semua agama yang mengakui adanya satu Tuhan. Dengan budaya materialis, Darwinis dan humanis yang mereka bangun di abad ke-19, mereka yakin bahwa mereka telah menghancurkan agama dan menghidupkan kembali Eropa dalam bentuk paganisme pra-Kristen [yakni agama politeistik atau agama selain Kristen, Yahudi dan Islam].

Saat kata-kata ini diucapkan di tahun 1902, serangkaian undang-undang di Prancis memperluas ruang lingkup penentangan terhadap agama. Tiga ribu sekolah agama ditutup dan memberikan pelajaran agama apa pun di sekolah dilarang. Banyak pendeta ditangkap, sebagian di antaranya diasingkan dan orang-orang taat beragama mulai dianggap sebagai warga kelas dua. Karena alasan ini, di tahun 1904, Vatikan memutuskan seluruh hubungan kenegaraan dengan Prancis, tapi hal ini tidak mengubah sikap negara tersebut. Dibutuhkan korban ratusan ribu jiwa orang Prancis yang melawan tentara Jerman di Perang Dunia I sebelum keangkuhan negeri itu ditundukkan dan Prancis mengakui kembali pentingnya nilai-nilai agama.

Seperti dinyatakan The Catholic Encyclopedia, perang melawan agama, sejak Revolusi Prancis hingga abad ke-20, dilancarkan melalui “kebijakan-kebijakan anti-pendeta yang dikeluarkan Parlemen Prancis” yang “diputuskan sebelumnya di pusat-pusat pertemuan Masonik dan dilaksanakan di bawah arahan Grand Orient.” 4 Fakta ini tampak jelas dari tulisan-tulisan Masonik. Misalnya, sebuah kutipan dari terbitan Turki berjudul "A Speech Made by Brother Gambetta on July 8 1875 in the Clémente Amitié Lodge" [Sebuah Pidato yang Disampaikan oleh Saudara Gambetta tanggal 8 Juli 1875, di Pusat Pertemuan Clémente Amitié] berbunyi:

Sementara bayangan ketakutan akan tindakan balasan mengancam Prancis, dan doktrin agama serta pemikiran terbelakang melancarkan serangan melawan prinsip dan hukum sosial modern, di tengah-tengah perkumpulan yang terampil, berpandangan ke depan seperti Masonry yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaudaraan, kita temukan kekuatan dan dukungan dalam perjuangan melawan kekuasaan Gereja yang kelewat batas, sikapnya yang dibesar-besarkan dan konyol serta tindakannya yang selalu berlebihan… kita wajib berjaga-jaga dan meneruskan perjuangan. Dalam rangka menegakkan gagasan tentang tatanan dan kemajuan manusia, mari kita bertahan agar perisai kita tidak dapat ditembus. 5

Dapat dicermati bahwa tulisan-tulisan Masonik senantiasa menampilkan gagasan-gagasan mereka sendiri sebagai “berpandangan jauh ke depan” sementara menuduh orang taat beragama sebagai “terbelakang”. Namun, ini hanyalah permainan kata-kata. Pendapat mengenai “bayangan ketakutan akan tindakan balasan”, yang disebutkan dalam kutipan di atas, adalah sesuatu yang juga ditentang oleh orang yang benar-benar taat beragama, tapi dimanfaatkan kelompok Mason untuk membidik agama yang benar dalam usaha mereka menjauhkan orang darinya. Selain itu, perlu ditegaskan kembali bahwa filsafat materialis-humanis yang dianut kalangan Mason sesungguhnya adalah takhayul, pola pemikiran terbelakang, warisan peradaban penyembah berhala Mesir Kuno dan Yunani Kuno.

Karenanya, penggunaan istilah seperti “berpandangan jauh ke depan” dan “terbelakang” oleh kelompok Mason dalam kenyataannya tidak memiliki dasar. Sungguh, hal tersebut tidak berdasar karena pertikaian antara kelompok Mason dan orang-orang taat beragama tidaklah lebih dari kelanjutan perseteruan antara dua pandangan yang telah ada sejak masa paling awal dari sejarah. Agamalah yang menyatakan yang pertama dari dua pandangan ini: bahwa umat manusia diciptakan dengan kehendak Tuhan dan bahwa umat manusia wajib menyembah-Nya. Inilah kebenaran itu. Pandangan yang berlawanan, yakni bahwa manusia tidak diciptakan, melainkan menjalani kehidupan yang tanpa makna dan tanpa tujuan, adalah yang dikemukakan oleh mereka yang mengingkari keberadaan Tuhan. Ketika dipahami secara benar, dapat ketahui bahwa penggunaan mereka akan istilah “terbelakang” dan “berpandangan jauh ke depan” tidaklah memiliki dasar.

Dengan memanfaatkan gagasan tentang “kemajuan”, kalangan Mason berupaya menghancurkan agama. "Catholic Encyclopedia" menyatakan:

Hal berikut dianggap sebagai cara-cara utama [gerakan freemasonry]:

(1) Menghancurkan sama sekali seluruh pengaruh Gereja dan agama terhadap masyarakat, yang secara licik dijuluki “clericalism” [“paham yang mendukung kekuasaan kaum agamawan”], melalui penekanan terbuka terhadap Gereja atau melalui sistem munafik dan menipu [yaitu] pemisahan antara Negara dan Gereja, dan sejauh mungkin, menghancurkan Gereja dan seluruh agama yang benar, yakni yang [bersumber dari] kekuatan di luar manusia, yang lebih dari sekedar aliran kebangsaan dan kemanusiaan yang tidak jelas;

(2) Mensekularisasi, melalui sistem “unsectarianism” [“ketidakfanatikan”] yang juga munafik dan menipu, seluruh kehidupan masyarakat dan pribadi dan, khususnya, pengajaran dan pendidikan umum. “Unsectarianism” [“ketidakfanatikan”] yang dimaksud oleh pihak Grand Orient adalah sectarianism [kefanatikan] yang anti-Katolik dan bahkan anti-Kristen, ateistik, positifistik [aliran filsafat empirisme yang lebih kuat], atau agnostik berbaju unsectarianism [ketidakfanatikan]. Kebebasan berpikir dan bernurani anak-anak haruslah dibangun secara tertata dan terencana dalam diri anak di sekolah dan dilindungi, sejauh mungkin, dari segala pengaruh yang membahayakan, tidak hanya dari Gereja dan para pendeta, tapi juga dari orang tua anak-anak itu sendiri, jika perlu, bahkan melalui paksaan jasmaniyah dan kejiwaan. Kelompok Grand Orient menganggapnya sebagai sebuah jalan yang mutlak diperlukan dan yang pasti tidak gagal menuju puncak berdirinya republik sosial universal. 6

Dapat dipahami bahwa Masonry telah melaksanakan sebuah rencana, dengan mengatasnamakan “pembebasan masyarakat”, yang tujuannya menghapuskan agama, sebuah rencana yang masih sedang dijalankan. Ini tidak boleh disalahartikan dengan sebuah tatanan yang mengupayakan hak bagi setiap warga negara dengan keyakinan agama apa pun untuk menjalankan agamanya secara bebas. Sebaliknya, tatanan yang dicita-citakan oleh Masonry adalah sesuatu yang berupa pencucian otak besar-besaran, yang dirancang untuk menghapus sama sekali agama dari masyarakat dan dari akal pikiran setiap orang dan, jika perlu, menindas para penganutnya.

AJARAN AGAMA ADALAH JALAN KELUAR DARI SEGALA KESULITAN

MASALAH UTAMANYA ADALAH KETIADAAN AGAMA

Kebijakan Prancis untuk menghapuskan agama bermula di abad ke-18 dan terus berlangsung selama tiga abad; hasilnya telah mengubah negeri itu menjadi sebuah bangsa yang takut terhadap agama, ajaran agama, dan orang-orang taat beragama. Dalam beberapa tahun belakangan, dan sebagai akibat dari berjalannya [kebijakan] ini, kalangan Muslim dan berbagai anggota perkumpulan keagamaan telah diserang. Akan tetapi, ketakutan ini tidaklah berdasar. Sebenarnya, bukanlah agama, namun ketiadaan agamalah yang seharusnya ditakuti. Ajaran agama membawa kedamaian, kebahagiaan, keadilan, dan sikap saling menghargai ke dalam masyarakat. Dalam masyarakat dengan kesadaran beragama yang kuat, tidak mungkin ada kekerasan, kemaksiatan, atau ketakutan. Dengan alasan ini, ketakutan Prancis terhadap agama tidak perlu ada. Dalam masyarakat di mana perang, pertikaian, kekerasan dan ketidakadilan merajalela, ajaran agama tidaklah ada.

Dalam masyarakat yang jauh dari agama, dapatlah dipastikan bahwa sebagian besar orang bersifat mementingkan diri sendiri, tidak adil dan kosong dari kebaikan akhlak. Hanya nilai-nilai agama yang menjamin kesempurnaan akhlak bagi masyarakat dan pribadi. Mereka yang beriman kepada Tuhan berperilaku penuh tanggung jawab, karena mereka hanya hidup untuk mendapatkan ridha Tuhan dan paham bahwa mereka akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan mereka. Karena takut kepada Tuhan, mereka dengan hati-hati menghindari perbuatan, sikap, perilaku buruk yang tidak disukai Tuhan. Sebuah masyarakat yang dipenuhi orang-orang semacam ini akan menjadi masyarakat yang tidak mengalami masalah-masalah sosial.

Sebaliknya, orang tak beriman, yang tidak mengakui bahwa ia pada akhirnya akan diberi pahala atau dihukum akibat amal perbuatannya, tidak akan memberi batasan atas perbuatan jahatnya. Walaupun menghindari bentuk perilaku tertentu yang tidak disukai masyarakat, banyak orang tidak ragu melakukan kejahatan lainnya saat mereka terdesak, terdorong, atau memiliki kesempatan.

Dalam masyarakat di mana tidak terdapat agama, orang rentan melakukan segala macam perbuatan tidak terpuji. Misalnya, seseorang yang taat beragama tidak akan pernah menerima suap, berjudi, merasa dengki, atau berbohong karena ia tahu bahwa ia harus bertanggung jawab atas semua perbuatan itu di akhirat. Namun, seseorang tak beragama cenderung mudah melakukan semua itu. Tidaklah cukup bagi seseorang berkata, “Saya tidaklah taat beragama tapi saya tidak menerima suap”, atau “Saya tidaklah taat beragama tapi saya tidak berjudi”, sebab orang yang tidak takut pada Tuhan dan tidak percaya bahwa ia akan memberikan pertanggungjawaban atas dirinya sendiri di akhirat mungkin akan melakukan salah satu perbuatan itu ketika kesempatan atau keadaannya berbeda. Seseorang yang berkata, “Saya tidak taat beragama tapi saya tidak berzina” mungkin saja melakukannya di suatu tempat di mana perzinahan dianggap wajar. Atau seseorang yang berkata bahwa ia tidak menerima suap mungkin berkata, “Anak saya sakit dan hampir meninggal, karena itu saya harus menerima suap”, jika ia tidak takut pada Tuhan.

Sebaliknya, orang taat beragama tidak melakukan kenistaan serupa itu, karena ia takut pada Tuhan dan ia tidak lalai bahwa Tuhan mengetahui niatnya dan juga pikirannya.

Seseorang yang jauh dari agama mungkin berkata, “Saya tidak taat beragama tapi saya pemaaf. Saya tidak merasa dendam atau benci,” tapi suatu hari peristiwa tak diinginkan mungkin saja menyebabkannya kehilangan kendali-diri dan melakukan tindakan yang paling tidak diharapkan. Ia mungkin saja berupaya membunuh atau melukai seseorang, karena acuan perilaku yang ia pegang dapat berubah menurut lingkungan dan keadaan tempat di mana ia tinggal.

Akan tetapi, seseorang yang beriman kepada Tuhan dan Hari Akhir tidak pernah menyimpang dari akhlak baiknya, apa pun keadaan atau lingkungannya. Akhlaknya tidaklah “berubah-ubah” namun tegar. Allah merujuk tentang akhlak mulia orang-orang taat beragama dalam ayat-ayat-Nya:

(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang yang sabar karena mengharap keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (QS. Ar Ra’d, 13:20-22)

Dalam lingkungan tanpa agama, gagasan pertama yang akan terhapuskan adalah keluarga. Nilai-nilai seperti kesetiaan, ketaatan, kepatuhan, cinta, dan penghargaan, yang menopang keluarga, benar-benar ditinggalkan. Harus diingat bahwa keluarga adalah pondasi masyarakat dan jika keluarga runtuh, runtuh pulalah masyarakat. Bahkan negara tidak memiliki alasan untuk tetap ada, karena seluruh nilai moral yang menopang negara telah lenyap.

Lagipula, dalam masyarakat tak beragama, tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk memiliki rasa hormat, cinta atau kasih sayang terhadap orang lain. Hal ini mengarah pada kekacauan hubungan antar-manusia. Si kaya membenci si miskin, si miskin dengki terhadap si kaya. Kemarahan muncul terhadap mereka yang cacat atau miskin. Atau serangan terhadap bangsa-bangsa lain meningkat. Karyawan berselisih dengan majikan mereka dan majikan bersengketa dengan para karyawannya, ayah memusuhi anak dan anak memusuhi ayah.

Penyebab pertumpahan darah yang terus-menerus dan “berita halaman tiga” di koran-koran adalah ketiadaan agama. Di halaman-halaman itu, setiap hari, kita melihat liputan berita tentang orang-orang yang tanpa pikir panjang saling membunuh karena alasan sangat sepele.

Sebaliknya, orang yang paham bahwa ia akan dihisab di akhirat tidak akan menodongkan senjata ke kepala orang lain dan menembaknya. Ia tahu bahwa Tuhan melarang manusia melakukan kejahatan, dan rasa takutnya pada Tuhan memastikan bahwa ia akan menghindarkan diri dari azab ilahi. Dalam Alquran, Allah memerintahkan manusia menghindar dari berbuat kerusakan.

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. (QS. Al A’raaf, 7:56)

Keberadaan nilai-nilai agama memunculkan perasaan cinta karena Tuhan. Rasa cinta ini memiliki pengaruh yang luar biasa baik dan bermanfaat bagi semua orang. Untuk mendapatkan ridha Tuhan, orang beriman menghibur diri mereka sendiri dengan cara yang paling mulia, dan saling mencintai dan menghormati. Secara umum, belas kasih, sikap menghargai dan rasa kasih sayang meliputi masyarakat.

Dilingkupi rasa takut pada Tuhan, orang sama sekali menghindar dari menjerumuskan diri dalam perbuatan bejat atau jahat. Dengan cara ini, setiap jenis kejahatan yang sebelumnya tidak mampu dicegah berhenti seketika. Jiwa dan semangat agama melingkupi sekeliling.

Dalam masyarakat di mana agama tidak merasuk, sudah menjadi fakta yang diakui bahwa orang menjadi bersifat berontak dan membangkang serta mengambil sikap memusuhi negara mereka. Sebaliknya, bagi seseorang yang hidup mengikuti ajaran agama, perintah negara sangatlah penting. Jika diperlukan, seseorang akan mengorbankan hidupnya demi nilai-nilai ini. Bagi orang seperti itu, kepentingan negerinya selalu berada di atas kepentingan pribadinya. Mereka mempertahankan nilai-nilai agama dan melakukan yang terbaik untuk membelanya.

Dalam keadaan yang sedemikian mendukung, memerintah negara menjadi sangat mudah. Negara menjadi tempat yang aman dan makmur. Para penyelenggara negara memperlakukan warga negaranya dengan adil dan lembut sehingga perlakuan tidak adil pun berhenti. Sebagai imbalannya, mereka dihormati oleh warga negara itu. Negara-negara seperti itu sudah pasti meletakkan dasar mereka di atas pondasi yang tak tergoyahkan.

Dengan ketiadaan akhlak Islami, ayah menjadi musuh anaknya, dan sebaliknya, sesama saudara berselisih, majikan menindas karyawan. Pabrik dan perusahaan berhenti menjalankan usaha akibat kekacauan dan si kaya memeras keringat si miskin. Di dunia dagang, orang mencoba saling berbuat curang. Kekacauan, pertikaian dan kekerasan menjadi jalan hidup bagi anggota masyarakat. Alasan semua ini adalah karena orang tidak memiliki rasa takut pada Tuhan. Orang yang tidak takut pada Tuhan merasa bebas bertindak tidak adil, dan tidak ragu mengambil jalan paling keras dan kejam—bahkan membunuh. Terlebih lagi, tanpa merasa bersalah, mereka berani secara terbuka mengungkapkan ketiadaan penyesalan mereka. Sebaliknya, seseorang yang yakin bahwa ia akan menghadapi siksa abadi di neraka tidak akan pernah melakukan tindakan seperti itu. Ajaran Alquran menihilkan semua perbuatan tidak baik semacam itu. Semuanya diselesaikan secara sederhana, tenang dan dengan cara terbaik. Kesalahan putusan hukum tidak terjadi dan, sementara itu, kantor polisi dan pengadilan sulit menemukan kasus yang harus ditangani.

Pikiran damai dan tenang orang-orang di seluruh segi kehidupan membawa kemakmuran kepada seluruh masyarakat. Penelitian ilmiah berkembang, tak satu pun hari berganti tanpa adanya penemuan baru atau terobosan teknologi dan hasilnya dimanfaatkan untuk kebaikan bersama. Kebudayaan berkembang dan para pemimpin bekerja untuk kesejahteraan rakyat. Kemakmuran ini ada berkat pikiran manusia yang terbebaskan dari tekanan. Ketika pikiran tenang, seseorang dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih baik dan keadaan ini memperbesar ruang lingkup berpikir. Hasilnya adalah pemanfaatan kemampuan berpikir yang jernih dan tidak terbelenggu. Hidup dengan pijakan akhlak yang baik membawa kemakmuran bagi masyarakat; mereka berhasil dalam kegiatan bisnis dan dagang mereka. Pertanian dan industri berkembang. Di seluruh bidang usaha, terdapat kemajuan yang nyata.

Jalan keluarnya sudah jelas: kembali kepada Tuhan, Pencipta segala sesuatu, dan mencapai kebahagiaan dan kedamaian hakiki dengan berpegang pada agama yang Tuhan ridhai untuk kita. Tuhan telah memberitahu kita bahwa keselamatan di dunia ini adalah dengan kembali kepada agama dan telah memberi kabar gembira bahwa hamba-hamba-Nya yang ikhlas tidak akan merasa takut, selama mereka patuh pada-Nya.

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An Nuur, 24:55)

Karena itu, dengan semua alasan yang sudah kami paparkan di atas, masyarakat Prancis harus mencari jalan keluar bukan dengan ketiadaan agama tapi dengan penerapan ajaran agama.Jalan keluar dari persengketaan yang berkembang, kekerasan yang meningkat dan ketimpangan ekonomi tidaklah terletak pada pembuangan agama; bahkan sebaliknya: harus dicari dengan upaya menyebarluaskan ajaran agama. Ketika suatu bangsa takut pada Tuhan, bertindak mengikuti hati nuraninya dan memperlihatkan rasa sayang, belas kasih dan sikap menghargai, tidak ada keraguan bahwa hal itu akan dengan mudah memberantas kekejaman dan kebobrokan dalam masyarakatnya.

1- Pocock, in; Edmund Burke, Reflections on the Revolution in France , ed. J. G. A. Pocock, Indianapolis: Hackett Publishing Company, 1987, h. 33-38.
2- Compterendu Gr. Or., 1903, Nourrisson, "Les Jacobins", 266-271; The Catholic Encyclopedia , "Masonry (Freemasonry)", New Advent, http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm
3- The Catholic Encyclopedia , "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm)
4- The Catholic Encyclopedia , "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm#VIII)
5- Nur Safa Tekyeliban, "Taassuba Karsi Mucadele" (Struggle Against Bigotry): From the Speech of Brother Gambetta made on July 8, 1875 in Clémente Amitié Lodge," Dogus Kolu Yilligi: Ankara Dogus Mahfili Çalismalari (Dogus Branch Yearbook: Ankara Dogus Society Studies) , 1962, Kardes Press, Ankara, 1963, h. 19
6- The Catholic Encyclopedia , "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.htm) 

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.

Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang

Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

Hati Menemukan Kedamaian dengan Mengingat Allah

Menurut penelitian oleh David B Larson dan timnya dari the American National Health Research Center [Pusat Penelitian Kesehatan Nasional Amerika], pembandingan antara orang Amerika yang taat dan yang tidak taat beragama telah menunjukkan hasil yang sangat mengejutkan. Sebagai contoh, dibandingkan mereka yang sedikit atau tidak memiliki keyakinan agama, orang yang taat beragama menderita penyakit jantung 60% lebih sedikit, tingkat bunuh diri 100% lebih rendah, menderita tekanan darah tinggi dengan tingkat yang jauh lebih rendah, dan angka perbandingan ini adalah 7:1 di antara para perokok. 1
Ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih banyak pengaruh baik pada kesehatan manusia daripada keimanan kepada apa pun yang lain.

Dalam sebuah pengkajian yang diterbitkan dalam International Journal of Psychiatry in Medicine, sebuah sumber ilmiah penting di dunia kedokteran, dilaporkan bahwa orang yang mengaku dirinya tidak berkeyakinan agama menjadi lebih sering sakit dan mempunyai masa hidup lebih pendek. Menurut hasil penelitian tersebut, mereka yang tidak beragama berpeluang dua kali lebih besar menderita penyakit usus-lambung daripada mereka yang beragama, dan tingkat kematian mereka akibat penyakit pernapasan 66% lebih tinggi daripada mereka yang beragama.

Para pakar psikologi yang sekuler cenderung merujuk angka-angka serupa sebagai "dampak kejiwaan". Ini berarti bahwa keyakinan agama meningkatkan semangat orang, dan hal ini berpengaruh baik pada kesehatan. Penjelasan ini mungkin sungguh beralasan, namun sebuah kesimpulan yang lebih mengejutkan muncul ketika orang-orang tersebut diperiksa. Keimanan kepada Allah jauh lebih kuat daripada pengaruh kejiwaan apa pun. Penelitian yang mencakup banyak segi tentang hubungan antara keyakinan agama dan kesehatan jasmani yang dilakukan oleh Dr. Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard telah menghasilkan kesimpulan yang mencengangkan di bidang ini. Walaupun bukan seorang yang beragama, Dr. Benson telah menyimpulkan bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih banyak pengaruh baik pada kesehatan manusia daripada keimanan kepada apa pun yang lain. Benson menyatakan, dia telah menyimpulkan bahwa tidak ada keimanan yang dapat memberikan banyak kedamaian jiwa sebagaimana keimanan kepada Allah. 2

Apa yang mendasari adanya hubungan antara keimanan dan jiwa raga manusia ini? Kesimpulan yang dicapai oleh sang peneliti sekuler Benson adalah, dalam kata-katanya sendiri, bahwa jasmani dan ruhani manusia telah dikendalikan untuk percaya kepada Allah. 3

Kenyataan ini, yang oleh dunia kedokteran pelan-pelan telah mulai diterima, adalah sebuah rahasia yang dinyatakan dalam Al Qur'an dengan kalimat ini "...Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar Ra’d, 13:28). Alasan mengapa orang-orang yang beriman kepada Allah, yang berdoa dan berharap kepada-Nya, lebih sehat secara ruhani dan jasmani adalah karena mereka berperilaku sesuai dengan tujuan penciptaan mereka. Filsafat dan sistem yang tidak selaras dengan penciptaan manusia selalu mengarah pada penderitaan dan ketidakbahagiaan.

Kedokteran modern sekarang sedang mengarah menuju pemahaman tentang kebenaran ini. Seperti kata Patrick Glynn: "Penelitian ilmiah di bidang psikologi selama lebih dari 24 tahun silam telah menunjukkan bahwa, ... keyakinan agama adalah satu di antara sejumlah kaitan paling serasi dari keseluruhan kesehatan jiwa dan kebahagiaan." 4

KEKUATAN TERSEMBUNYI PETIR

Satu kilatan petir menghasilkan listrik lebih besar daripada yang dihasilkan Amerika.

Di malam hari, saat hujan deras, langit tiba-tiba menyala, tak lama kemudian disusul oleh suara menggelegar. Tahukah Anda bagaimanakah petir luar biasa yang menerangi langit muncul? Tahukah Anda seberapa banyak cahaya yang dipancarkannya? Atau seberapa besar panas yang dilepaskannya?

Satu kilatan petir adalah cahaya terang yang terbentuk selama pelepasan listrik di atmosfer saat hujan badai. Petir dapat terjadi ketika tegangan listrik pada dua titik terpisah di atmosfer – masih dalam satu awan, atau antara awan dan permukaan tanah, atau antara dua permukaan tanah – mencapai tingkat tinggi.

KEINDAHAN YANG TERLIHAT SELAMA SETENGAH DETIK

Sebuah sambaran petir berukuran rata-rata memiliki energi yang dapat menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama lebih dari 3 bulan. Sebuah sambaran kilat berukuran rata-rata mengandung kekuatan listrik sebesar 20.000 amp. Sebuah las menggunakan 250-400 amp untuk mengelas baja. Kilat bergerak dengan kecepatan 150.000 km/detik, atau setengah kecepatan cahaya, dan 100.000 kali lipat lebih cepat daripada suara.

Kilat petir terjadi dalam bentuk setidaknya dua sambaran. Pada sambaran pertama muatan negatif (-) mengalir dari awan ke permukaan tanah. Ini bukanlah kilatan yang sangat terang. Sejumlah kilat percabangan biasanya dapat terlihat menyebar keluar dari jalur kilat utama. Ketika sambaran pertama ini mencapai permukaan tanah, sebuah muatan berlawanan terbentuk pada titik yang akan disambarnya dan arus kilat kedua yang bermuatan positif terbentuk dari dalam jalur kilat utama tersebut langsung menuju awan. Dua kilat tersebut biasanya beradu sekitar 50 meter di atas permukaan tanah. Arus pendek terbentuk di titik pertemuan antara awan dan permukaan tanah tersebut, dan hasilnya sebuah arus listrik yang sangat kuat dan terang mengalir dari dalam jalur kilat utama itu menuju awan. Perbedaan tegangan pada aliran listrik antara awan dan permukaan tanah ini melebihi beberapa juta volt.

Energi yang dilepaskan oleh satu sambaran petir lebih besar daripada yang dihasilkan oleh seluruh pusat pembangkit tenaga listrik di Amerika. Suhu pada jalur di mana petir terbentuk dapat mencapai 10.000 derajat Celcius. Suhu di dalam tanur untuk meleburkan besi adalah antara 1.050 dan 1.100 derajat Celcius. Panas yang dihasilkan oleh sambaran petir terkecil dapat mencapai 10 kali lipatnya. Panas yang luar biasa ini berarti bahwa petir dapat dengan mudah membakar dan menghancurkan seluruh unsur yang ada di muka bumi. Perbandingan lainnya, suhu permukaan matahari tingginya 700.000 derajat Celcius. Dengan kata lain, suhu petir adalah 1/70 dari suhu permukaan matahari. Cahaya yang dikeluarkan oleh petir lebih terang daripada cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt. Sebagai pembanding, satu kilatan petir menyinari sekelilinginya secara lebih terang dibandingkan ketika satu lampu pijar dinyalakan di setiap rumah di Istanbul. Allah mengarahkan perhatian pada kilauan luar biasa dari petir ini dalam Qur'an,

"...Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. An Nuur, 24:43)

Kilatan yang terbentuk turun sangat cepat ke bumi dengan kecepatan 96.000 km/jam. Sambaran pertama mencapai titik pertemuan atau permukaan bumi dalam waktu 20 milidetik, dan sambaran dengan arah berlawanan menuju ke awan dalam tempo 70 mikrodetik. Secara keseluruhan petir berlangsung dalam waktu hingga setengah detik. Suara guruh yang mengikutinya disebabkan oleh pemanasan mendadak dari udara di sekitar jalur petir. Akibatnya, udara tersebut memuai dengan kecepatan melebihi kecepatan suara, meskipun gelombang kejutnya kembali ke gelombang suara normal dalam rentang beberapa meter. Gelombang suara terbentuk mengikuti udara atmosfer dan bentuk permukaan setelahnya. Itulah alasan terjadinya guntur dan petir yang susul-menyusul.

Saat kita merenungi semua perihal petir ini, kita dapat memahami bahwa peristiwa alam ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Bagaimana sebuah kekuatan luar biasa semacam itu muncul dari partikel bermuatan positif dan negatif, yang tak terlihat oleh mata telanjang, menunjukkan bahwa petir diciptakan dengan sengaja. Lebih jauh lagi, kenyataan bahwa molekul-molekul nitrogen, yang sangat penting untuk tumbuhan, muncul dari kekuatan ini, sekali lagi membuktikan bahwa petir diciptakan dengan kearifan khusus.

Allah secara khusus menarik perhatian kita pada petir ini dalam Al Qur'an. Arti surat Ar Ra’d, salah satu surat Al Qur'an, sesungguhnya adalah "Guruh". Dalam ayat-ayat tentang petir Allah berfirman bahwa Dia menghadirkan petir pada manusia sebagai sumber rasa takut dan harapan. Allah juga berfirman bahwa guruh yang muncul saat petir menyambar bertasbih memujiNya. Allah telah menciptakan sejumlah tanda-tanda bagi kita pada petir. Kita wajib berpikir dan bersyukur bahwa guruh, yang mungkin belum pernah dipikirkan banyak orang seteliti ini dan yang menimbulkan perasaan takut dan pengharapan dalam diri manusia, adalah sebuah sarana yang dengannya rasa takut kepada Allah semakin bertambah dan yang dikirim olehNya untuk tujuan tertentu sebagaimana yang Dia kehendaki.